Seputar Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta ~ Mu'allimin; atau panjangnya Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Sekolah ini sedikit berbeda dari sekolah Muhammadiyah pada umumnya, karena biasanya sekolah Muhammadiyah dibawahi oleh Pimpinan Cabang, Daerah, ataupun Wilayah Muhammadiyah tetapi Mu'allimin ini -bersama Mu'allimaat- dibawahi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Sekolah ini karena namanya terlalu panjang, muncullah nama-nama "akrab" untuk sekolah ini. Yang paling sering disebut tentunya Mu'allimin, disusul kemudian dengan Muin, dan juga M3in (emgain). Tapi juga ada sebutan-sebutan bebas lainnya walaupun nggak banyak; seperti Snapant (S Parman Enam Lapan), SMA 68,
Sekolah ini karena namanya terlalu panjang, muncullah nama-nama "akrab" untuk sekolah ini. Yang paling sering disebut tentunya Mu'allimin, disusul kemudian dengan Muin, dan juga M3in (emgain). Tapi juga ada sebutan-sebutan bebas lainnya walaupun nggak banyak; seperti Snapant (S Parman Enam Lapan), SMA 68,
Sejarah Berdirinya Muallimin
Madrasah
Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada
tahun 1918 dengan nama “Qismul Arqa” di Kampung Kauman Yogyakarta
(Alfian, 1989). Sepanjang sejarahnya, Madrasah al-Qismu al-Arqo
mengalami beberapa kali perubahan nama. Secara kronologis, perubahan
nama ini dimulai dari Madrasah al-Qismu al-Arqo kemudian Hogere
Muhammadijah School, kemudian Kweekschool Islam dan menjadi Kweekschool
Muhammadijah. Nama Kweekschool muncul dalam pikiran KH Ahmad Dahlan
setelah kunjungannya dari Kweekschool Katholik di Muntilan (Sejarah
Muhammadiyah, tt). Pada mulanya sekolah ini bertempat di Kauman.
Kemudian pindah ke Ketanggungan Wirobrajan (sekarang Jl. Letjend. S.
Parman No. 68). Pada tahun 1952, Comite Ara-ara melaporkan telah berhasil
mendirikan bangunan permanen sekolah meliputi ruang kelas, masjid, rumah
direktur dan sebagainya (Soeara Muhammadijah, 1952). Perubahan nama
menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadijah terjadi pada tahun 1941
berdasar hasil kongres Muhammadyah ke-23 19-25 Juli 1934 di Yogyakarta
(Soeara Muhammadijah, 1941). Nama Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah
Yogyakarta dipergunakan hingga sekarang. Perubahan nama ini bermula dari
kritik para warga Muhammadiyah, mengapa harus memakai nama sekolah
Belanda; Kweekschool, padahal ijazahnya dan kurikulumnya jelas berbeda.
Pada
mulanya, sekolah ini didirikan dengan tujuan untuk mencetak muballigh,
guru dan pemimpin Muhammadiyah. Awalnya sekolah ini lebih mirip sebagai
pesantren dengan mengadopsi sistem dan metode pendidikan modern. Namun
setelah berubah menjadi Hogere Muhammadijah School, kurikulumnya
ditambah dengan pelajaran ilmu sekuler/umum. Materi kurikulum sekolah
yang meliputi ilmu agama dan ilmu sekuler/umum menjadi satu wujud
cita-cita dan eksperimen KH Ahmad Dahlan untuk mendamaikan dua kutub
ilmu tersebut dalam sistem pendidikan Muhammadiyah. Versi lain
menyebutkan bahwa latar belakang pendirian al-Qismu al-Arqo sangat
sederhana. Sekolah ini didirikan menjawab tuntutan para alumnus Sekolah
Rakyat (sekolah ongko loro) Muhammadiyah yang tidak bisa melanjutkan ke
sekolah guru milik gubernemen. Informasi ini diperkuat oleh artikel
dalam Soeara Muhammadijah terbitan Januari 1922 yang menyebutkan
al-Qismu al-Arqo sebagai sekolah kelanjutan sekolah kelas dua (ongko
loro). Muhammadiyah beberapa kali mengajukan permohonan persamaan ijazah
dengan rekomendasi Boedi Oetomo, namun tidak juga diterima. Akhirnya
KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1918 mendirikan Madrasah al-Qismu al-Arqo
sehingga para alumnus sekolah rakyatnya bisa melanjutkan sekolah. Di
samping itu, mereka juga dapat membantu mengajar di sekolah-sekolah
Muhammadiyah yang lain.
Menjadi Sekolah Kader Muhammadiyah
Tamatan-tamatan
Kweekschool Islam/Muhammadijah ini kemudian menyebar, mengajar di
sekolah-sekolah Muhammadiyah terutama di Jawa. Tidak ada dokumen yang
menyebutkan spesialisasi ilmu yang mereka ajarkan. Keterbatasan sumber
daya manusia mengakibatkan tidak adanya spesialisasi keilmuan para guru
di lembaga-lembaga pendidikan Islam masa itu (Boland, 1982).
Tamatan-tamatan Kweekschool Muhammadijah ini mengajar semua mata
pelajaran yang ada, baik ilmu agama seperti Tafsir, Hadits, Fiqih maupun
ilmu umum/sekuler seperti ilmu bumi, ilmu hayat, falak/hisab dan lain
sebagainya. Namun warna pesantren masih terlihat lebih kental dengan
porsi pendidikan keagamaan yang lebih banyak.
Peran
para alumnus ini ternyata tidak hanya mengajar di sekolah-sekolah
Muhammadiyah yang baru berdiri. Mereka ternyata juga aktif dalam dakwah
Islam dan pengembangan masyarakat khususnya dalam cabang-cabang
Muhammadiyah. Kiprah mereka dalam perkembangan awal Muhammadiyah
menempatkan Muallimin menjadi pusat pendidikan generasi mudanya.
Dapat
disimpulkan, bahwa sebenarnya predikat Sekolah Kader Muhammadiyah pada
diri Mu’allimin tidak bersangkut paut dengan cikal bakal pendiriannya.
al-Qismu al-Arqo didirikan sebagai sekolah calon guru dan muballigh
Muhammadiyah (Sejarah Muhammadiyah, tt). Konsep Kader Muhammadiyah tidak
tampak dalam al-Qismu al-Arqo. Orientasi al-Qismu al-Arqo jelas untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan guru dan muballigh Muhammadiyah dari
cabang-cabang Muhammadiyah di Hindia-Belanda. Predikat Sekolah Kader
Muhammadiyah ini kemungkinan baru muncul setelah para alumnusnya mampu
mewarnai corak pergerakan Muhammadiyah baik di Yogyakarta maupun di
cabang-cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta. Pengakuan ini ditandai
dengan salah satu keputusan Kongres Muhammadiyah ke-28 di Medan yang
mengamanatkan kepada Hoofdbestur Muhammadijah untuk mengelola secara
resmi madrasah ini (Sejarah Muhammadiyah, tt). Amanat kongres ini
menempatkan Mu’allimin dalam posisi penting dan strategis dalam sistem
pengkaderan Muhammadiyah. Madrasah Muallimin Muhammadiyah kemudian
berkembang dan berdiri di daerah-daerah, seperti: Solo, Ponorogo,
Pekalongan, Bogor, Bandung, Watukebo (Jember) dan sebagainya.
Muallimin sekarang
Ketika
Muallimin membuka jurusan Keagamaan dalam program pendidikan Aliyah
pada tahun pendidikan 1996/1997, antara lain untuk mengimbangi program
MAN PK (Pendidikan Keagamaan) yang digagas dan dicanangkan oleh Menteri
Agama RI waktu itu, H. Munawwir Sadzali, M.A., maka Muallimin pun
mempertegas orientasi program pendidikannya dengan memberikan peluang
sebesar-besarnya kepada para siswanya untuk melanjutkan studi ke
berbagai Perguruan Tinggi Agama dan Umum, baik di dalam negeri maupun di
luar negeri. Program pendidikan yang dimaksud terbagi dua, yaitu
pertama, Madrasah Aliyah Umum (MAU) jurusan IPA dan IPS, serta kedua,
Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK).
Namun
sejak tahun pendidikan 2007-2008, Muallimin meniadakan program MAK ini.
Kebijakan ini diambil karena program tersebut telah dihapus dalam
kurikulum Departemen Agama RI. Setelah dihapusnya pemisahan program MAK dan MAU, Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta sampai saat ini
Direktur-direktur Muallimin
• KH Ahmad Dahlan
• KH Siradj Dahlan (I)
• KH R. Hadjid
• KH Siradj Dahlan (II)
• KH Mas Mansyur (Direktur Kehormatan)
• KH A. Kahar Muzakkir
• KH Aslam Zainuddin
• KH Djazari Hisyam
• H. Mhd. Mawardi (I)
• H. Amin Syahri
• H. Mhd. Mawardi (II)
• H. MS Ibnu Juraimy
• Drs. H. Sri Satoto
• Drs. H. Hamdan Hambali
• Drs. H. Zamzury Umar, M.Pd
• Muhammad Ikhwan Ahada, S.Ag, M.A.
0 comments:
Post a Comment